Rabu, 13 Agustus 2014

Mengenal Kebudayaan Dan Makanan Khas Pamekasan Madura

Kebuduyaan Pamekasan-Madura (Sapi Sonok)

Madura bagi sebagian masyarakat luas sangat identik dengan karapan sapi, yang  sudah menjadi simbol budaya setempat sejak ratusan tahun silam, akan tetapi ternyata Madura juga memiliki aset budaya “Sapi Sonok” yakni dua sapi betina yang dihiasi dan dipercantik sedemikian rupa untuk dilombakan.
Sapi Sonok sendiri merupakan jenis karapan sapi juga, akan tetapi untuk sapi berjenis kelamin betina dan yang dilombakan adalah keindahan sapi saat berjalan dan berpakaian. “Kontes Sapi Sonok tersebut diadakan sebagai upaya untuk lebih memperkenalkan tradisi Sapi Sonok ke masyarakat luas, umumnya masyarakat di luar pulau Madura,” terang salah seorang pemilik sekaligus penggemar Sapi Sonok asal Pamekasan Madura, H. Haryanto.
Sapi sonok pertama kali dicetuskan oleh warga Batu Kerbui pesisir utara Pamekasan. Dalam sejarahnya setiap kali selesai bekerja membajak ladang, para petani biasanya memandikan sapinya itu. Setelah dimandikan maka sepasang sapi itu didiamkan ke satu tiang “tancek”. Kebiasaan itu juga dilakukan oleh petani lain dalam satu petak tanah tegal, sehingga tampak ramai.
Nah dalam perkembangannya, kemudian muncul pemikiran dari para petani untuk memilih dan melombakan mana sapi yang paling bersih dan rapi berdiri. Pasangan sapi itu juga kemudian didandani dengan asesoris lain yang indah. Kemudian dari inilah tradisi sapi sonok itu muncul, yang pada akhimya menjadi sebuah budaya masyarakat Pamekasan dan Madura pada umumnya. Sapi sonok dalam perkembangannya bukan hanya menjadi perekat hubungan sosial, namun juga memiliki makna budaya dan tehnologi. Bagi Pamekasan sapi sonok telah menjadi kebanggan tersendiri. Bupati Pamekasan telah mendapatkan penghargaan sebagai bupati yang memiliki kepedulian yang tinggi atas pelestarian budaya karena komitrnennya untuk melestarikan sapi sonok ini.
Dari aspek sosial budaya sapi sonok mendekatkan hubugan social masyarakat Madura, dan dari budaya juga menjadikan sapi sonok ini sebagai sebuah hasil kreasi masyarakat yang menjadi kebanggaan. Sedangkan dari aspek tehnologi, lahirlah tehnologi untuk membibitkan sapi yang berkualitas dan menjaga kelestarian spesies sapi Madura.
Kontes Sapi Sonok
Seperti layaknya model yang hemdak melenggang di catwalk, sapi-sapi itu didandani dengan selempang keemasan di leher serta dada. Di leher sapi juga dipasang pangonong, yaitu kayu perangkai sapi yang diukir indah dengan perpaduan warna merah dan kuning emas.
Sapi-sapi unggul dari berbagai penjuru Pulau Madura itu bersiap mengikuti Kontes Sapi Sonok, ajang silaturahim para pemilik sapi di Madura yang dikembangkan menjadi kontes sapi sejak tahun 1960-an.
Pasangan sapi betina yang menjadi peserta kontes sapi “sonok” didandani selempang yang didominasi warna kuning keemasan pada leher hingga dada. Selain itu, di leher sapi tersebut diberi “pangonong” yang terbuat dari kayu berukir sebagai perangkai pasangan sapi.
Sebelum acara dimulai, beberapa pemilik sapi menari sambil menggiring sapi-sapi mereka keliling lapangan. Grup musik Saronen yang terdiri atas tiga pemain kenong, satu pemain kendang, satu pemain gong, dua pemain terompet, dan dua pemain kecer mengiringi pasangan sapi yang melenggang dengan kepala tegak bak seorang model.
Untuk tahun ini kontes Sapi Sonok se Madura berlangsung meriah. Sedikitnya, 54 pasang sapi sonok dari Sumenep, Pamekasan dan Sampang ikut berlenggak-lenggok di arena sepanjang 50 meter. Kontes Sapi Sonok kali ini dipusatkan di halaman Kantor Bakorwil Madura di seputar Taman Arek Lancor, Minggu (24/10). Sebelum kontes dimulai pemilik Sapi Sonok mengirap sapinya untuk keliling lapangan dengan diiringi musik tradisional, sronil, lengkap dengan sinden. Setelah berkeliling lapangan barulah sapi tersebut masuk ke arena kontes. Di dalam arena atau lapangan tersebut ada dua pasang sapi siap berlenggak-lenggok bak seorang peragawati, serta didepan setiap pasangan Sapi Sonok itu ada seorang sinden yang manari mengiringi sapi tersebut menuju garis finish.
Ketua Paguyuban Penggemar Sapi Sonok, H. Zainuddin bahwa dari sisi kuantitas, kontes sapi sonok kali ini lebih meningkat dari tahun sebelumnya. “Saat ini, jumlah peserta mencapai 54 pasang sapi sonok,” terang Zainuddin.
Menurut Zainuddin yang juga pemilik 12 pasang sapi sonok asal Desa Waru Barat Kecamatan Waru, kontes sapi sonok kali juga meningkat dari sisi kualitas. Penggemar sapi sonok menampilkan pasangan-pasangan sapi berumur lebih dari 2 tahun. “Karena umurnya lebih dari 2 tahun, maka postur dan fisik sapi lebih molek dan montok,” seloroh Zainuddin.
Pemilik sapi sonok, juga terlihat jor-joran mempersolek sapinya. Tak hanya mahkota yang dipasang di kayu panongkok yang berhiasan untaian manik-manik keemasan, selempang yang menutup leher sapi tampak berhiaskan aneka manik warna-warni.
Bahkan, sepasang sapi sonok tampak berhias gelang emas seberat 60 gram. Masing-masing kaki kiri sepasang sapi sonok dihiasi gelang emas berbentuk rantai. “Satu gelang bentuk rantai ini seberat 30 gram. Karena ada dua gelang, seluruhnya berbobot 60 gram,” kata H. Sulaiman asal Desa Pasean. Dia mengaku menghabiskan dana Rp 18 juta untuk sepasang gelang rantai emas tersebut. Sedangkan untuk perhiasan mahkota dan selempang leher sapi, Sulaiman merogoh kocek Rp 6 juta. Meski harus mengeluarkan ongkos mahal, namun Sulaiman tetap memanjakan sepasang sapi sonok yang dia beri nama “Potreh Koneng” itu. “Tahun lalu, sapi sonok saya ini telah ditawar Rp 50 juta. Tapi saya tolak. Saya masih sayang pada sapi sonok ini,” pungkas Sulaiman.
Penilaian pada kontes Sapi Sonok disamping keindahan berjalan juga pakaian yang dipakai pasangan sapi juga yang menentukan keserasian pasangan sapi ketika sampai di garis finish, kaki depan kedua pasangan Sapi Sonok tersebut harus bersamaan naik ke atas altar yang terbuat dari kayu dan hal itu yang menentukan menang atau tidaknya dalam kontes tersebut. Setelah mencapai garis finish para pemilik sapi lang sung menari dengan para sinden untuk meluapkan kegembiraan dan tidak lupa memberi sawer kepada para sinden yang menari mendampingi pasangan sapi kebanggaannya.
Perawatan ekstra
Tak seperti sapi pada umunmya, sapi sonok membutuhkan perawatan ekstra agar benar-benar menjadi sapi unggul. Sebulan sekali pemilik sapi memberikan  jamu berupa adonan tepung jagung dicampur gula jawa, bawang, daun bawang, asam jawa, kelapa, dan telur. Dua kali sebulan sapi sonok juga diberi susu segar dicampur 25 butir kuning telur.
Sapi sonok dirawat ekstra sejak berumur tiga bulan. Sapi- sapi itu dilatih berdiri tegak di tempat pengikatan khusus antara pukul 15.00 dan pukul18.00. Dengan demikian, sapi-sapi itu terbiasa berjalan dengan posisi tegak dan kelihatan anggun. Agar kulit sapi bersih dan mengilap, pemilik sapi sonok memandikan sapi-sapinya dua kali sehari. Kandang sapi pun dijaga selalu bersih.
Pemenang Kontes
Pasangan sapi sonok Titisan Air Mata milik H. Zainuddin terpilih sebagai sapi sonok terfavorit dalam Kontes Sapi Sonok. Sepasang sapi sonok asal Pamekasan ini dinilai paling “anggun dan cantik” dibandingkan 31 pasang sapi lainnya. Berada di bawah Titisan Air Mata, dua pasang sapi sonok terfavorit lainnya, yaitu Artis Safari dari Sumenep dan Bintang Sempurna dari Sampang. Pembina Paguyuban Sapi Sonok se-Madura Rudi Haryanto mengatakan, Titisan Air Mata paling menawan dibanding pasangan sapi sonok lainnya karena mampu tampil sempurna dalam kontes.
Pasangan sapi ini memenuhi kriteria kontes, yaitu kaki tak menyentuh garis pembatas saat berjalan, berjalan lurus, pangonong (perangkai sapi) pada posisi selaras, dan kaki kedua sapi ini dapat menapak papan gapura dengan tepat.
“Selain keserasiaan saat berjalan, penilaian juga didasarkan pada bentuk tubuh sapi yang besar, berpunuk, kulit. Berwarna merah bata, jinak, dan memiliki tanduk rapi melengkung berbentuk huruf U,” kata Rudy, salah satu juri dalam kontes tersebut.
Menurut Rudi, sebagai salah satu tradisi Madura yang mulai berkembang sejak 1951 lalu, sapi sonok memang tidak dilombakan tapi digelar dalam bentuk kontes. Yang menarik, seluruh peserta dalam kontes sapi sonok mendapatkan piala. “Dalam kontes ini tidak ada pemenang, semua adalah juara dan mendapat penghargaan. Kami hanya melestarikan seni dan berusaha menjaga bibit sapi Madura,” kata Rudi.

 http://jawatimuran.wordpress.com/2012/06/16/sapi-sonok-aset-wisata-madura/ tgl: 14-08-2014 jam: 13:28

Makanan Khas Pamekasan-Madura



LENSAINDONESIAS.COM: Madura memang dikenal dengan wisata kuliner. Tak hanya aneka sate, soto dan rujaknya saja yang populer dimana-mana, tapi ada satu lagi menu kuliner yang tak kalah ngetop, yaitu Nasi Kotep plus Sambal Kecap.
Nasi Kotep Sambal Kecap ini sudah dikenal sejak era tahun 60-an, dan hingga kini masih dijajakan Madura, utamanya di Kota Pamekasan.
“Kotep” dalam bahas Indonesia artinya lempar. Disebut Nasi Kotep sebab nasi sangat punel campuran ketan yang beraroma harum ini tak akan terburai jika dilemparkan ke atas piring.
Dengan berkembangnya jaman, keberadaan kuliner Nasi Kotep memang sedikit tergusur dengan aneka makanan modern. Terbukti saat ini, hanya ada tiga warung saja yang masih setiap menjajakan menu nasi kotep. Salah satunya warung milik Mbok Karomah yang berlokasi di Jalan Dirgahayu kota Pamekasan.
Mbok Karomah telah menjajakan kuliner khas Madura ini sejak tahun 1960 lalu.
“Dulu ketika nasi kotep masih banyak yang menyantapnya, saya bisa memasak tiga gantang (satu gantang sama dengan 3 kg beras) nasi kotep dalam sehari. Tapi sekarang, dalam sehari menghabiskan satu gantang campuran beras dan ketan,” ujar Mbok Karomah saat ditemui LI.COM, Minggu (17/02/2013).
Untuk memasak nasi kotep, Mbok Karomah mencampur 3 kg beras biasa dengan seperempat kilo beras ketan. Campuran beras dan ketan itu lalu ditanak seperti menanak nasi biasa. Hasilnya, lebih punel dan lebih harum. Setelah matang, nasi kotep itu dimasukkan dalam keranjang nasi berbahan bambu yang dilapis daun pisang.
Nasi Kotep ini biasanya disajikan dengan lauk bergantung selera pembeli, bisa daging sapi, hati, usus goreng, otak sapi, telor dan daging ayam yang dimasak kuah santan.
“Sebelum disajikan kepada konsumen, saya melengkapinya dengan parutan kelapa yang digoreng atau disebut serundeng yang ditabur keatas nasi. Tak lupa satu mangkok sambal kecap pedas sebagai penyedap rasa,” paparnya.
Lantas berapa harga seporsi nasi kotep ? “Tidak mahal Mas. Cukup sepuluh ribu rupiah plus segelas teh manis,” pungkasnya.@arief

 http://www.lensaindonesia.com/2013/02/17/nasi-kotep-sambal-kecep-kuliner-khas-pamekasan-yang-tak-lekang-zaman.html tgl:14-08-2014 Jam:13:31

Ciri Khas Pamekasan

Dari empat kabupaten (Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep) di Madura, sebenarnya semua kabupaten mempunyai pengrajin batik dengan ciri khasnya. Tetapi yang paling intensif dalam pemasaran, dan juga jumlah pengrajin yang cukup banyak ada di dua kabupaten yaitu Bangkalan dan Pamekasan.
Dan, setiap kabupaten mempunyai ciri khas masing-masing. Secara sekilas, batik Bangkalan lebih berwarna gelap dengan pewarnaan alami, desainnyapun cenderung konservatif dan klasik seperti desain lama, corak lebih kasar tetapi detail dan penuh, sedang untuk batik Pamekasan, lebih berani memilih warna-warna yang keluar dari ‘pakem’ seperti orange, hijau menyala, ungu, kuning dan warna pop lainnya. Untuk desain juga, batik Pamekasan lebih berani dan bervariasi dan desainnyapun sangat beragam. Pada batik Pamekasan, biasanya juga diisi dengan ‘serat kayu’ atau istilahnya mo’ ramo’ (akar-akaran) pada bagian yang kosong.
   
Gambar sebelah kiri, batik motif Bangkalan, sebelah kanan, batik motif Pamekasan.
Kalau dibandingkan dengan batik lainnya di nusantara, batik Madura akan kelihatan berbeda. Batik Madura sangat berani dalam warna, kontras dan beradu antar warna, desain tidak monoton dan asimetris, penggambaran desain juga naif dan tidak halus. Desain dan warna Itulah yang menjadikan ciri khas batik Madura yang sekarang ramai diburu.
Harga untuk batik Madura sangat bervariasi, mulai dari kisaran Rp 40 ribuan sampai jutaan, tergantung dari kerumitan desain dan teknik pembatikannya (kalau bahan dapat dipastikan, batik mahal akan memakai bahan yang baik tentunya). Survei ke beberapa tempat penjualan di Bangkalan dan Pamekasan, dengan kisaran harga Rp. 100.000,- kita sudah dapat membawa pulang batik dengan motif dan kwalitas yang bagus untuk dapat kita pakai sehari-hari.

 https://ahmadramadlan.wordpress.com/2012/05/30/berburu-batik-madura/ tgl:14-08-2014 Jam: 13:38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar